Skip to main content
x
Sesi diskusi dalam acara workshop pangan yang dilaksanakan oleh Prodi Pendidikan Sejarah FKIP UKSW, Utrecht University dan Bakudapan Food Study Group

Eksplorasi Kolaboratif: UKSW, Utrecht University serta Bakudapan Food Study Group Soroti Tantangan dan Solusi Pangan

Salatiga - Sebagai perguruan tinggi yang berkomitmen memberikan solusi untuk menjawab persoalan global, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) kembali menggelar workshop pangan dengan menggandeng berbagai lembaga dan komunitas yang ada di Indonesia. 

Langkah strategis ini tercermin dalam workshop interaktif yang digelar oleh Program Studi (Prodi) Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) bersama Utrecht University dan Bakudapan Food Study Group di Ruang 704 Perpustakaan O. Notohamidjojo, baru-baru ini. 

Workshop pangan ini mempertemukan 32 peserta yang terdiri dari peneliti, komunitas dan akademisi untuk membicarakan pendekatan, sumber, serta output dalam proyek ini. “Sebelum Revolusi Hijau: Sebuah Eksplorasi Kolaboratif Terhadap Pengetahuan Pangan dan Pertanian Lokal” menjadi topik besar yang dibahas dalam workshop kali ini. 

Rangkaian workshop diawali dengan sesi diskusi berkelompok yang mengupas tentang jenis tanaman pangan, makna pangan, permasalahan pangan serta menentukan pendekatan yang digunakan untuk mengeksplorasi dan mempreservasi pengetahuan pangan. 

Tak berhenti sampai di situ, sesi diskusi masih berlanjut dengan topik yang semakin hangat yakni memahami pengetahuan yang ada di masyarakat dalam memaknai ketahanan, krisis, dan ancaman pangan hingga yang ingin dicapai dalam kolaborasi ini. 

Membahas Isu Global

Dr. Wahyu Purwiyastuti, S.S., M.Hum., selaku Ketua Program Studi (Kaprodi) Pendidikan Sejarah menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan buah jejaring dengan berbagai pihak untuk membahas isu global yakni pangan.

“Kali ini Prodi Pendidikan Sejarah mendapat kehormatan untuk menjadi host dalam penyelenggaraan workshop interaktif, kolaborasi antara praktisi, akademisi, dan komunitas peduli isu pangan di Indonesia,” terangnya. 

Lebih jauh disampaikannya, kegiatan ini juga membuka peluang bagi mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah untuk turut ambil bagian mengatasi permasalahan pangan hingga membangun jejaring. Acara ini juga sekaligus merupakan salah satu bentuk internasionalisasi yang dilakukan oleh Prodi Pendidikan Sejarah. 

Di samping itu, Dosen Prodi Pendidikan Sejarah Galuh Ambar Sasi, M.A., menuturkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan ruang bersama yang mempertemukan akademisi, lembaga riset, hingga komunitas dalam mengatasi isu pangan. 

“Tujuan dari kegiatan ini membangun jejaring multidisiplin antara akademisi, seniman, dan aktivis berbasis masyarakat yang memiliki perhatian yang sama terhadap pangan, pengetahuan pertanian, dan demokratisasi,” jelasnya. 

Mengeksplorasi Pengetahuan Lokal

Sementara itu Dr. Grace Leksana, penyelenggara dari Utrecht University menjelaskan bahwa kolaborasi ini merupakan bagian dari kerja sama berbagai institusi dan komunitas. “Sebenarnya tema workshop ini berangkat dari keresahan mengenai persoalan di masa kini, terutama problem lingkungan dan krisis iklim, bejana yang makin lama membahayakan pangan,” katanya. 

Dr. Grace Leksana juga menekankan kegiatan ini didasarkan pada kolaborasi interdisipliner yang bertujuan untuk membuka jalan bagi proses produksi pengetahuan. “Harapan kami kolaborasi ini mengungkap dan mengeksplorasi pengetahuan lokal yang didasarkan pada prinsip-prinsip kesetaraan dan harmoni antara manusia dan non-manusia,” bebernya. 

Saat dijumpai sesuai sesi, Dicky Senda aktivis pangan dari Komunitas Lakoat Kujawas di Mollo, Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkapkan kegiatan ini menjadi wadah untuk membangun jejaring dan bertemu dengan pegiat pangan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. “Menurut saya, ini adalah tempat untuk melihat berbagai upaya mengatasi isu pangan dari berbagai perspektif sehingga memperkaya pengetahuan dan menambah informasi baru,” ungkapnya. 

Rangkaian kegiatan masih akan berlanjut dengan melakukan kunjungan lapangan ke Sanggar Omah Cikal yang berada Kopeng, Tanon, Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang pada Jumat (12/09/2025). Kemudian dilanjutkan dengan penelitian mandiri dan diskusi secara daring pada Oktober 2025 hingga Maret 2026 serta melakukan pertemuan daring untuk membagikan secara singkat hasil penelitian dan merefleksikan isu-isu utama dalam proyek pada April 2026 mendatang. 

Kegiatan menjadi wujud nyata UKSW terhadap program Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Diktisaintek) Berdampak yang selaras dengan Asta Cita 4 memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, dan pendidikan. Acara ini juga menegaskan kiprah UKSW dalam mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), terutama pada poin ke-4 pendidikan berkualitas dan ke-17 kemitraan untuk mencapai tujuan. Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 32 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai "Creative Minority" yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat.