Skip to main content
x

Meneladani Gus Dur dalam Pengelolaan APBN

Muhammad Aras Prabowo, S.E., M.Ak

Direktur Lembaga Profesi Ekonomi dan Keuangan (LPEK) PB PMII

Ketua Program Studi Akuntansi UNUSIA 
Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Akuntansi UNTIRTA

Jakarta - Dr. (H.C.) K.H. Abdurrahman Wahid, akrab disapa Gus Dur. Tokoh Muslim sekaligus politisi Indonesia. Presiden keempat Indonesia. Pemerintahnya memiliki banyak tantangan. Berat, karena menjadi jembatan transisi dari orde baru menuju reformasi.

Tekanan Indonesia saat itu, dari dalam dan luar negeri. Kerena kelihaiannya, Ia mampu menanamkan pondosi reformasi Indonesia. Trobosannya dalam kebijakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) salah satu yang membuatnya dikenang.

Sebut saja, desentralisasi fiskal. Pemerintah berama-sama dengan Bank Dunia berupaya menurunkan tingkat kemiskinan melalui program pengembangan kecamatan. Mengalirkan ABPN pada proyek-proyek pedesaan. Membangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan dan saluran irigasi dan sanitasi. Melakukan pemberdayaan Entitas Mikro Kecil dan Menengah (EMKM) melalui bantuan Kredit Usaha Mikro.

Trobosan Gus Dur dulu menjadi program prioritas saat ini. Sebut saja, dana desa dan EMKM. Gus Dur sudah memikirkannya saat jadi Presiden. Keberpihakan APBN pada masyarakat akar rumput adalah jalan untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Itu yang dipahami Gus Dur.

Desentralisasi fiskal melalui kebijakan otonomi daerah (Otoda) dan otonomi khusus (Otsus). Kelekatan masyarakat Papua terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) salah satunya karena Otsus. Dirangcang oleh Gus Dur, disahkan oleh Megawati Soekarnoputri, Presiden setelahnya.

Otoda dan Otsus adalah transformasi kebijakan APBN untuk kesetaraan wilayah dan daerah. Meskipun saat ini masih banyak persoalan yang perlu dibenahi. Seperti, korupsi, kolusi dan nepotisme. Tiga masalah tersebut selalu menjadi persoalan pelik disetiap masa pemerintahan.

Inilah yang menarik dalam kepemimpinan Gus Dur. Soal kebijakan pengelolaan keuangan Negara. Kenapa? Beliau bukan produk pendidikan modern. Pengetahuannya dikonstruksi dari pendidikan pesantren. Jadi tidak salah jika sebagian besar orang menganggapnya Kyai bahkan waliyullah. Diperkuat lagi sebagai mantan  Ketua Umum PB NU 3 periode. Dan memang darahnya, adalah pesantren.

Realitanya, Gus Dur memang multidimensi. Bukan lagi cendikiawan atau ulama. Gus Dur melampaui keduanya. Gusdur itu adalah ilmu pengetahuan. 

Maka tidak heran, jika Gus Dur mengetahui banyak hal. Salah satunya, konsep tatakelola keuangan. Bukannya hanya itu, Gus Dur bahkan memahami tentang etika pengelolaan keuangan. Soal etika, Gus Dur tidak diragukan. Produk pesantren sudah khatam soal adab.

Tidak heran. Jika Gus Dur tidak kompromi pada korupsi saat pemerintahannya. Gus Dur memecat Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Negara BUMN. Alasannya bahwa keduanya terlibat dalam dugaan kasus korupsi.

Bukti lain, kalau Gus Dur memahami konsep tatakelola keuangan adalah pembubaran Departemen Penerangan dan Departemen Sosial. Saat ini, Kementerian Sosial. Dibubarkan karena identik dengan lembaga yang sarat akan praktik korupsi.

"Persisnya itu, karena departemen itu mestinya mengayomi rakyat ternyata korupsinya gede-gedean, sampai hari ini," kata Gus Dur, dalam wawancara di program Kick Andy edisi 31 Desember 2009.

Bantuan sosial bukan solusi untuk mewujudkan kemandirian ekonomi. Justru dijadikan sekedar alat untuk mendapatkan simpati masyarakat untuk kekuasaan. Tidak mendidik mesyarakat malah membangun ketergantungan yang tidak produktif. APBN harus dikelola untuk membangun produktivitas ekonomi.

  • Total Visitors: 6667470