Skip to main content
x
Nasional
Pemanfaatan Sampah Organik Sayur Sawi Putih (Brassica Rapa) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Pupuk Organik Cair Dengan Bantuan Aktivator EM4

Pemanfaatan Sampah Organik Sayur Sawi Putih (Brassica Rapa) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Pupuk Organik Cair Dengan Bantuan Aktivator EM4

Disusun oleh Resti Septa Utami, mahasiwa program studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Npm : E1J018053, Dosen  pembimbing : Prof. Ir. Marulak Simarmata, M. Sc.Ph.D

A. Pendahuluan

Sampah   sayur-sayuran   merupakan   bahan buangan   yang   biasanya   dibuang   secara   open dumping tanpa pengelolaan lebih lanjut sehingga akan meninggalkan gangguan lingkungan dan bau tidak sedap (Afifudin. 2011).
Sampah    organik    adalah     sampah    yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat didegradasi  oleh  mikroba  atau  bersifat biodegradable. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah organik basah dan sampah organik kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah yang mempunyai kandungan air yang cukup tinggi contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sedangkan sampah organik kering   adalah sampah yang mempunyai kandungan air rendah contoh kayu atau ranting dan dedaunan kering (Cahaya, A. 2008). 

Sampah sayuran mengandung senyawa dan berbagai bakteri pengurai. Senyawa dan bakteri tersebut dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan cara menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah.Bahan tersebut dapat dijadikan sebagai kompos organik cair dengan mencampurkan berbagai komponen bahan-bahan tertentu(Anwar et al. 2008).

Sampah organik sayur sawi   mengandung unsur-unsur yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kompos cair (Setyawati et al. 2012). Bahan tersebut mempunyai kandungan air yang tinggi, karhohidrat, protein, dan lemak (Latifah et al. 2012).Ditambahkan oleh Ongkowijoyo (2011) bahan tersebut juga mengandung serat, fosfor, besi, kalium, kalsium, vitamin A, vitamin C, dan Vitamin K. Semua unsur tersebut mempunyai fungsi yang bisa membantu dalam proses pertumbuhan dan perkembangbiakan tanaman sehingga sangat bagus dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kompos organik cair.Selain mudah terdekomposisi, bahan ini juga kaya akan nutrisi yang dibutuhkan tanaman (Purwendro dan Nurhidayat 2006).

Bahan    organik    tidak    dapat    langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan baku tersebut relative tinggi atau tidak sama denga  C/N tanah. Nilai  C/N  tanah  sekitar  10-12.  Apabila  bahan organik mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N rasio bahan organik sehingga sama dengan tanah (<20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan (Dieyna. 2012).

Penggunaan  Effective  Microorganisme (EM4) dalam  mempercepat pembuatan pupuk cair dianggap sebagai teknologi karena bertujuan untuk mempercepat proses fermentasi. Effective Microorganisme merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi aktinomisetes dan jamur fermentasi) yang dapat meningkatkan keragaman mikroba tanah. Pemanfaatan EM4 dapat memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman (Aldi. 2013).

Ciri fisik pupuk cair  yang baik adalah berwarna kuning kecokelat dan berbau bahan pembentuknya sudah membusuk. Penggunaan dosis tertentu pada pupuk kompos lebih berorientasi untuk memperbaiki sifat fisik serta kimia dan menyediakan unsur hara. Proses pengomposan ini melibatkan    mikroorganisme anaerob untuk membantu mendekomposisi bahan yang dikomposkan. Bahan baku yang dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar air tinggi (Romi, dkk. 2012).

B. Kelebihan penggunaan POC (Pupuk Organik Cair):

Penggunaan pupuk cair  memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:
1.    Pengaplikasiannya lebih mudah jika dibandingkan dengan pengaplikasian pupuk organik padat.
2.    Unsur hara yang terdapat di dalam pupuk cair mudah diserap tanaman
3.    Mengandung   mikroorganisme   yang   jarang terdapat dalam pupuk organik padat.
4.    Pencampuran pupuk cair organik dengan pupuk organik padat dapat mengaktifkan unsur hara yang  ada  dalam pupuk organik padat  tersebut (Yulistiawati.E . 2008).

Kelebihan  dari  pupuk  organik  ini  adalah dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara, tidak bermasalah  dalam  pencucian  hara,  dan  mampu menyediakan hara secara cepat. Dibandingkan dengan pupuk cair anorganik, pupuk organik cair umumnya   tidak   merusak   tanah   dan   tanaman walapun  digunakan sesering  mungkin.  Selain  itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman (Shintya.B. 2013). Pupuk Organik Cair (POC) dalam proses pembuatannya memerlukan waktu yang lebih cepat dari pupuk organic padat, dan penerapannya di pertanian yakni tinggal di semprotkan ke tanaman (Dieyna. 2008).

C. Metodologi:

Bahan yang digunakan yaitu:
1.    2 kg sisa sayuran sawi putih 
2.    EM4: 5 ml
3.    Gula merah 25 g 
4.    Air 5 liter
Alat yang digunakan yaitu:
1.    Parang/pisau 
2.    Talenan 
3.    Ember volume  10 L 
4.    Termometer 

D. Langkah pembuatan:

1.    Cincang halus sisa sayuran sawi putih menggunakan pisau, agar mempercepat proses fermentasi
2.    Maksukkan hasil cincangan sawi putih tadi kedalam ember yang bervolume 10 L, lalu tambahkan air biasa sebanyak 5 L, kemudian aduk menggunakan tongkat secara merata
3.    Larutkan 5 ml bioaktivator EM-4 dan 25 gram gula merah dalam 1 liter air aduk hingga merata, lalu masukkan larutannya kedalam ember 10 L tadi
4.    Aduk lagi secara merata agar semua bahan tercampur dengan sempurna
5.    Tutup ember menggunakan plastik besar lalu diikat dengan kuat, pastikan tidak ada celah
6.    Simpan ditempat teduh tidak terkena hujan.
7.    Dua hari sekali dilakukan pengadukan kembali agar selama proses fermentasi berlangsung suhu tetap terjaga konstan
8.    Setelah kurang lebih 14 hari saring larutan pupuk.  Bagian cair dapat digunakan sebagai POC dan bagian yang kasar bisa digunakan sebagai pupuk organik padat.

E. Pembahasan:

Proses fermentasi dapat dipercepat dengan penambahan bioaktivator yang merupakan sumber mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh Konsentrasi gula, karena sukrosa yang terkandung dalam larutan gula merupakan substrat yang mudah dicerna dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme.

Pembuatan pupuk organik cair dengan proses fermentasi keberhasilannya ditandai dengan adanya lapisan putih pada permukaan, bau yang khas, dan warna berubah dari hijau menjadi coklat dan pupuk yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan. Lapisan putih pada permukaan pupuk merupakan actinomycetes, yaitu jenis jamur tumbuh setelah terbentukya pupuk.

Daftar Pustaka
Afifudin,    Pengaruh  Berbagai  Aktivator  Terhadap C/N  Rasio  Kompos  Kotoran,  Penerbit  CV.  Sinar Indah, Bogor, 2011. 
Andhika Cahaya, Pembuatan kompos dengan Limbah Padat Organik (Sampah Sayuran dan Ampas Tebu), Tugas Akhir,  Jurusan Teknik Kimia UNDIP, 2009.
Anwar K, Fachriansah Rangga MP, Kifli H, Ridha I Made, Lestari PP, Wulandari H. 2008. Kombinasi Limbah Pertanian dan Peternakan sebagai Alternatif Pembuatan Pupuk Organik Cair melalui proses Fermentasi Anaerob. Prosiding Seminar Nasional Teknoin. Yogyakarta. Bidang Teknik Kimia.
Endang Yulistiawati,  Pengaruh Suhu dan C/N Rasio Terhadap Produksi Biogas Berbahan Baku Sampah, Skripsi S1, Jurusan Teknologi Pertanian IPB, 2008.
Latifah   RN,   Winarsih,   Rahayu   YS.   2012. Pemanfaatan   Sampah   Organik   sebagai Bahan  Pupuk  Cair  untuk  Pertumbuhan Tanaman Bayam Merah. Jurnal LenteraBio 1:139-144.
 

  • Total Visitors: 6494240